Bandung, 28 April 2025 – Dalam peringatan Hari Warisan Dunia yang bertepatan juga dengan peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA), Kementerian Kebudayaan menggelar Seminar “Gedung Merdeka dan Nilai Warisan Dunia” di Gedung Merdeka, Bandung. Seminar ini menghadirkan berbagai sesi diskusi yang memperkaya pemahaman tentang pentingnya pelindungan warisan budaya dunia.
Hari Warisan Dunia atau International Day of Monuments and Sites yang diperingati setiap 18 April, menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya pelindungan warisan budaya dan alam. Tahun ini, tema global yang diusung adalah Disaster and Conflict Resilient Heritage, yang menyoroti ancaman kehancuran warisan budaya dan alam akibat bencana dan konflik antarbangsa. Melalui tema ini, masyarakat global diharapkan semakin memahami pentingnya langkah-langkah konkret dalam menjaga dan menyelamatkan warisan budaya di tengah situasi krisis, sekaligus meningkatkan kesadaran akan berbagai ancaman terhadap keberlanjutan warisan budaya.
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon saat memberikan sambutan menyampaikan bahwa warisan budaya, baik dalam bentuk situs, memori kolektif, maupun nilai-nilai luhur, merupakan living bridge yang menghubungkan generasi ke generasi dan mempererat hubungan antarbangsa.
Dirinya menekankan bahwa kondisi geopolitik global, ketegangan antarbangsa, hingga konflik bersenjata dan perang, telah membawa dampak langsung terhadap pelestarian warisan dunia. Dalam konteks ini, Indonesia juga tidak dapat menutup mata terhadap tragedi kemanusiaan yang dihadapi Palestina. Data UNESCO mencatat, ratusan situs warisan budaya di Gaza, termasuk Masjid Agung Al-Omari, Gereja St. Porfirius, Kota Tua Gaza, kawasan arkeologi, museum, hingga ruang-ruang publik lainnya, hancur akibat agresi militer Israel. “Serangan ini merupakan bentuk cultural genocide yang menghantam akar peradaban dan memutus transmisi nilai-nilai identitas kolektif bangsa Palestina,” ucap Menteri Fadli.
Seminar ini dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Iendra Sofyan; Direktur Preservasi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Agus Santoso; Perwakilan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Daud Aris Tanudirjo; Perwakilan International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) Indonesia, Yunus Arbi; Rektor Institut Teknologi Bandung, Prof. DR. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T.; Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Ethiopia, Djibouti, dan Uni Afrika (2019-2025), Al Busyra Basnur; Perwakilan Kementerian Luar Negeri; Perwakilan Kementerian Digital dan Komunikasi; Perwakilan PT Pos Indonesia; Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan, Endah Tjahjani; beserta Jajaran Kementerian Kebudayaan.
Kepada hadirin, Menteri Kebudayaan mengingatkan amanat konstitusi dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa negara harus memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia. “Ini adalah perintah konstitusi yang imperatif,” ungkapnya.
Komitmen tersebut diperkuat melalui sejumlah regulasi nasional, antara lain Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, serta ratifikasi Konvensi UNESCO 1972 melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1989 tentang Perlindungan Warisan Budaya dan Alam Dunia. Berdasarkan komitmen ini, Indonesia telah melestarikan sepuluh warisan dunia yang terdiri atas enam warisan budaya dan empat warisan alam, serta mengajukan delapan belas situs dalam daftar tentatif warisan dunia UNESCO.
Meski demikian, Menteri Kebudayaan mengingatkan bahwa warisan dunia di Indonesia pun menghadapi berbagai ancaman nyata. Di antaranya, risiko kebakaran seperti yang terjadi pada Gedung Pusat Kebudayaan di Situs Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto, risiko gempa bumi dan erupsi Gunung Merapi di Candi Borobudur dan Candi Prambanan di Yogyakarta, serta tekanan akibat pariwisata massal dan pembangunan yang tidak mempertimbangkan prinsip keberlanjutan.
Menteri menekankan pentingnya penerapan kajian dampak terhadap cagar budaya untuk mencegah kerusakan dan memastikan keberlanjutan warisan budaya Indonesia. “Warisan dunia adalah cermin peradaban kita. Menjaganya berarti menjaga identitas, martabat, dan masa depan bangsa,” lanjutnya.
Dirinya menambahkan, bahwa dalam kesempatan memperingati 70 tahun Konferensi Asia Afrika ini juga, penting bagi masyarakat Indonesia, khususnya kota Bandung dan sekitarnya, untuk terus menjaga “Bandung Spirit” atau Dasasila Bandung agar tetap menyala, merawat warisan budaya sebagai denyut nadi peradaban, dan memperkuat solidaritas global melalui kerja sama budaya. Menbud juga menyoroti relevansi nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian yang diwariskan dari Konferensi Asia Afrika, terlebih di tengah situasi geopolitik dunia yang kian tidak menentu.
Menurutnya, memperingati sejarah bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi melahirkan semangat baru yang aktual bagi Indonesia saat ini, termasuk dalam memperkuat kembali posisi Indonesia sebagai pemimpin di kawasan Asia dan Afrika.
“Indonesia harus menjadi bangsa yang terhormat, bangsa pemimpin, bukan sekadar pengikut. Semangat ini juga yang ingin dikedepankan dalam kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto,” tambah Menteri.
Di akhir sambutannya, Menbud berharap seminar ini tidak sekedar menghasilkan data dan sejarah, tetapi mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Konferensi Asia Afrika untuk memperkaya kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, Iendra Sofyan, menyampaikan apresiasinya kepada para tamu undangan dalam peringatan Hari Warisan Dunia dan 70 Tahun Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Bandung. Ia berharap momentum ini dapat memperkuat semangat pelestarian warisan budaya dan nilai-nilai Konferensi Asia Afrika bagi generasi masa depan.
“Mari bersama-sama menjaga, merawat, dan menghidupkan kembali semangat Bandung untuk dunia yang lebih damai dan berkeadilan,” tukasnya.
Seminar Hari Warisan Dunia dalam rangka Peringatan 70 Tahun Konferensi Asia Afrika terbagi dalam beberapa sesi, antara lain: Sesi pertama membahas “Arsip Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non-Blok sebagai Memory of the World UNESCO” dengan menghadirkan Agus Santoso, Direktur Preservasi ANRI. Dilanjutkan dengan sesi kedua bertema “World Heritage dan Warisan KAA” yang dibawakan oleh Daud Aris Tanudirdjo dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), yang menyoroti keterkaitan nilai sejarah KAA dalam kerangka Warisan Dunia. Sesi terakhir, sebagai catatan penutup, seminar ini menghadirkan “Prakarsa Kota Bandung Mengajukan Cagar Budaya Nasional Gedung Merdeka Sebagai Tapak Warisan Dunia” oleh Yunus Arbi dari International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) Indonesia. Pemaparan ini mempertegas upaya Kota Bandung untuk memperjuangkan Gedung Merdeka sebagai bagian dari daftar Warisan Dunia UNESCO.