Menteri Kebudayaan Tanda Tangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian PPPA, Tegaskan Komitmen Membangun Pemahaman Budaya yang Lebih Adil Dan Inklusif

Jakarta, 21 April 2025, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon menandatangani Nota Kesepahaman bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) tentang Penguatan Pengarusutamaan Gender, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak dalam Kebudayaan. Penandatanganan dilakukan di Aula R.A. Kartini, Kantor Kementerian PPPA.

Nota Kesepahaman antara dua kementerian ini mencakup: Sinergi kebijakan dan implementasi program kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak dalam kebudayaan; Penyusunan dan penyebarluasan bahan komunikasi, informasi, dan edukasi terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam kebudayaan; Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam pengarusutamaan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di bidang kebudayaan; Penyelenggaraan edukasi, kampanye publik, dan/atau festival kebudayaan terkait kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak melalui berbagai medium seni dan warisan budaya; dan Penyediaan, pemanfaatan, dan pertukaran data dan/atau informasi.

Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, mengapresiasi dan mendukung adanya kolaborasi yang terjalin antara Kementerian Kebudayaan dengan Kementerian PPPA. Dalam sambutannya, Menteri Fadli menyebutkan bahwa kebudayaan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk nilai-nilai masyarakat termasuk kesetaraan gender dan perlindungan anak. “Hal ini dilatarbelakangi adanya kondisi semakin kompleksnya dinamika sosial di era globalisasi digital yang berpengaruh pada sikap pola pikir dan ekspresi berbagai aspek kehidupan. Melalui pendekatan budaya, kita dapat menanamkan pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak perempuan dan anak sejak dini”, ucapnya.

Kementerian Kebudayaan menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan keadilan narasi bagi perempuan, anak-anak, dan komunitas yang selama ini termarjinalkan dalam lanskap kebudayaan nasional. Langkah ini ditegaskan sebagai bagian dari upaya membangun pemahaman budaya yang lebih adil dan inklusif.

“Kami berkomitmen memberi ruang bagi narasi-narasi perempuan, pengalaman anak-anak, dan cara-cara hidup yang selama ini dianggap pinggiran,” ujar Menbud Fadli. “Ini bukan soal politisasi budaya, tapi soal keadilan epistemik, cara yang adil dalam memahami dan merepresentasikan budaya,” tambahnya.

“Sebagai bagian dari inisiatif tersebut, Kementerian Kebudayaan mendukung berbagai riset dan dokumentasi kultural. Di Minangkabau, riset dan pementasan tentang Bundo Kanduang digalakkan, bukan hanya sebagai simbol, tapi sebagai aktor sosial-politik. Sementara di Papua, Kementerian Kebudayaan bekerja sama dengan mama-mama adat untuk mendokumentasikan praktik ritual yang sarat nilai pendidikan, lingkungan, dan relasi antar generasi,” jelas Menbud.

Kementerian Kebudayaan juga mengambil sikap tegas untuk menolak segala bentuk kekerasan yang dibungkus dalam nama tradisi. “Budaya bukan zona impunitas,” tegasnya. Untuk itu, kolaborasi dilakukan bersama komunitas lokal, organisasi perempuan, dan anak muda dalam meninjau ulang praktik budaya yang menyakiti, bukan merawat.

Tak hanya berhenti di aspek naratif, Kementerian Kebudayaan juga membangun infrastruktur budaya yang ramah anak dan perempuan, terutama di daerah tertinggal. Dana afirmatif dialokasikan bagi perempuan seniman dan pelaku budaya yang bekerja di komunitas marginal. Sekolah adat yang dikelola perempuan juga mendapat dukungan sebagai ruang pendidikan alternatif yang menyentuh akal, tubuh, tanah, dan relasi sosial. “Ini bukan kerja satu dua hari. Ini kerja jangka panjang yang membutuhkan kolaborasi lintas kementerian, terutama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” lanjutnya.

Selain dengan Kementerian Kebudayaan, Kementerian PPPA turut melaksanakan penandatanganan nota kesepahaman dengan 10 kementerian/lembaga lainnya, yaitu Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; Kementerian Sosial; Kementerian Ketenagakerjaan; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; Kementerian Pariwisata; Badan Pusat Statistik; dan Badan Amil Zakat Nasional, yang dihadiri oleh para menteri dan kepala lembaga negara beserta jajaran, di Kantor Kementerian PPPA.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi menyebutkan bahwa nota kesepahaman kerja sama yang dilaksanakan bertepatan dengan Peringatan Hari Kartini ini bukan hanya untuk mempertegas semangat kebersamaan sinergi dan kolaborasi namun mempertegas komitmen kementerian dan lembaga terkait untuk memperkuat perempuan indonesia dan pemenuhan hak anak serta perlindungan anak Indonesia. “Kami menyadari bahwa persoalan perempuan permasalahan perempuan dan anak ini sangat kompleks dan tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saja, tetapi kami butuh kolaborasi sinergi untuk saling mendukung untuk bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat kita,” tuturnya.

Menutup sambutannya, Menteri Fadli Zon menegaskan kembali komitmennya bahwa budaya hari ini bertumpu pada keadilan narasi, keberpihakan etis, dan keberanian untuk mengubah kebiasaan yang tak lagi memanusiakan. “Mengutip Sapardi Djoko Damono” Perempuan menyimpan langit di matanya dan anak-anak menuliskannya kembali dalam hujan.” tugas bersama adalah menjaga agar langit itu tak dirampas kemajuan, dan hujan itu tidak disia-siakan sistem yang lupa bahwa yang kecil pun bisa menjadi benih perubahan,” tutupnya.

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]