Rayakan Hari Film Nasional, Menbud Sampaikan Film Sebagai Cerminan Budaya Bangsa

30 Maret 2025, Kementerian Kebudayaan mengapresiasi setinggi-tingginya para kreator film Indonesia pada Hari Film Nasional (HFN) 2025. Sejarah panjang perfilman Indonesia yang terbentang sejak tahun 1950 telah menghasilkan film-film yang membanggakan, bahkan membawa nama Indonesia ke kancah internasional.

Sejarah panjang perfilman Indonesia berawal dari 30 Maret 1950, ketika Usmar Ismail, bermodal kamera Akeley yang berumur puluhan tahun, bersama rombongan produksi Film “Darah dan Doa” berangkat ke Purwakarta dengan menyewa opelet rongsokan untuk memulai syuting. Selain Usmar, hanya Max Tera (juru kamera) yang memiliki pengalaman di film. Semua pemain pendatang baru yang direkrut melalui iklan surat kabar dan mendapat latihan-latihan dasar selama beberapa minggu.

Hari pertama pengambilan gambar ‘Darah dan Doa’ kemudian ditetapkan sebagai Hari Film Nasional (HFN) oleh Dewan Film Indonesia (DFI) dalam pertemuan organisasi-organisasi perfilman, 11 Oktober 1962. Di samping 30 Maret, ada usulan lain yaitu 19 September, yang diambil dari tanggal syuting pidato pertama Presiden Sukarno di lapangan lkada (sekarang lapangan Monas).

Meskipun sudah ditetapkan, HFN belum sepenuhnya diterima dan tidak pernah diperingati atau dirayakan. Pada tahun 1980an, ketika situasi politik dan kondisi perfilman telah stabil, gagasan mengenai HFN diangkat kembali. Namun, Dewan Film Indonesia baru menetapkan 30 Maret sebagai HFN sesudah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman diterbitkan.

Bersamaan dengan ketetapan itu, film Darah dan Doa dinobatkan sebagai film Indonesia pertama karena disutradarai oleh orang Indonesia asli, diproduksi oleh perusahaan film Indonesia, dan pengambilan gambarnya di Indonesia.

“Film Indonesia adalah cermin budaya bangsa,” jelas Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.

HFN kemudian disahkan sebagai hari peringatan nasional melalui Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1999, yang ditandatangani oleh BJ Habibie pada 29 Maret 1999. Sehari setelahnya, dalam sambutan pada peringatan HFN di lstana Negara, Presiden Habibie saat itu mengemukakan bahwa tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional. “Karena pada hari itu, 49 tahun yang lalu, untuk pertama kali seorang anak bangsa secara mandiri memproduksi sebuah film,” jelasnya.

Usmar Ismail membuat konsep film sebagai karya seni yang bebas, mencerminkan kepribadian bangsa dan tidak digantungkan pada komersialitas. Konsep film H. Usmar Ismail sangat bertolak belakang dengan konsep film pada masa penjajahan Belanda yang hanya menjadikan film sebagai alat hiburan, karena mereka tidak merasa bertanggungjawab terhadap kemajuan bangsa kita. Begitu pula pasa masa penjajahan Jepang, dimana film hanya dijadikan sebagai alat propaganda.

Selamat Hari Film Nasional 2025.

Sumber:

Pasaribu, Adrian Jonathan, dkk. 2017. Merayakan Film Nasional. Jakarta, Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.